
JABARPASS – Komunitas E-88 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bersama Pengurus dan Jemaah Masjid Al Hikmah Komplek Permata Biru Bandung, menaklukkan puncak Gunung Manglayang di ketinggian 1.818 meter di atas permukaan laut pada Minggu, 4 Mei 2025.
Kegiatan pendakian bareng tersebut dilakukan dalam rangka menjalin silaturahmi dan kebersamaan di antara Komunitas E-88 STKS bersama pengurus dan jemaah Masjid Al Hikmah yang berlokasi di Kompleks Permata Biru. Utamanya dalam mentadaburi kebesaran hasil ciptaan Allah SWT.
Rasulullah SAW mengingatkan, bahwa silaturahmi sangat penting karena dapat mempererat tali persaudaraan, membuka pintu rezeki, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim disebutkan, “Tidak akan masuk surga orang yang tidak mau menyambung tali silaturahmi”.
Pada hadis lainnya dikatakan, “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi” (HR Bukhari dan Muslim). Sementara dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi disebutkan, “Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan dosa keduanya sudah diampuni sebelum mereka berpisah”.
Sebab itu sangat banyak manfaat yang akan diperoleh dari silaturahmi. Karena sesungguhnya selain mempererat tali persaudaraan, membuka pintu rezeki, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT juga dapat memberikan banyak manfaat lainnya, di antaranya, memperluas ilmu dan hikmah hidup, menjaga kerukunan dan keharmonisan, mendapatkan perlindungan Allah SWT, menghibur kerabat, dan lainnya.
Dengan mengambil titik kumpul di kawasan objek wisata Batu Kuda di bawah kaki Gunung Manglayang yang berada di bawah pengelolaan Perhutani, sekitar pukul 10.00 WIB kegiatan pendakian dilakukan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pembacaan doa yang dipimpin Ustadz Tubagus Sofyan sebagai salah seorang pengurus DKM Al Hikmah.
Sebanyak 8 (delapan) orang personel terdiri atas Efrie Ch dan Koko Hidayat dari komunitas E-88 STKS, Tubagus Sofyan, Moch. Enoh, Anton, Subandi dan Agus (Pengurus dan Jemaah Masjid Al Hikmah), serta Yanto yang berasal dari Komunitas Pendakian Gunung Mangkayang dan juga bertindak sebagai instruktur serta pemandu pendakian kali ini. Bahkan salah satu pendaki yakni Koko Hidayat, rela harus datang jauh-jauh dari Tangerang demi mewujudkan impian dapat menaklukkan puncak Gunung Mangayang.
Selain para pendaki yang sudah bersiap-siap, tampak pula alumni kelas E-88 STKS Bandung yang ikut menyupport kegiatan dan sekaligus melangsungkan reunian di kawasan wana wisata Batu Kuda. Alumni kelas E-88 ini datang menggunakan dua buah angkot yang sengaja disewa dengan sebelumnya mengambil titik kumpul di kawasan parkiran Borma Cinunuk Bandung.
Perjalanan menelusuri puncak Gunung Manglayang yang terletak di antara tiga wilayah ini yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang ini, tentunyamemiliki sarat makna yang sejatinya sulit untuk diungkapkan melalui kata-kata. Apalagi medan yang ditempuh terbilang sangat menantang setelah sehari sebelumnya kawasan tersebut diguyur hujan lebat.
Jalanan yang licin dan cuaca mendung sempat menjadi kendala yang mengiringi perjalanan para pendaki dari berbagai komunitas tersebut. Namun dengan semangat tak ada gunung yang tak dapat ditaklukkan, berbagai kendala yang mengancam tak membuat ciut nyali para pendaki dalam menyukseskan misi menaklukkan puncak Gunung Manglayang di ketinggian 1.818 mdpl.
Perjalanan dimulai dengan menyusuri ratusan anak tangga menuju Pos atau Menara Pantau Gunung Manglayang. Alhamdulilah rintangan pertama tersebut dapat dilalui. Setelah sempat mengambil gambar dengan foto bersama di pos atau menara pantau, selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Pos 1 (Satu) Batu Lawang Gunung Manglayang.
Dari sinilah sebenarnya perjalanan sesungguhnya dimulai. Sebab medan berat dengan ketinggian yang terkadang membuat para pendaki harus merangkak di tengah jalan licin dan batu cadas, menyebabkan tenaga ekstra keras harus dikeluarkan sambil terus meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian.
Kondisi jalan yang terus mendaki, licin dan bergelombang harus dirasakan saat pendakian dari mulai Pos Menara Pantau hingga Pos 1 Batulawang, Pos 2 Batu Tumpeng dan Pos 3 Batu Keraton, sebelum akhirnya tiba di Puncak Gunung Manglayang. Praktis membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan yang harus ditempuh tim Komunitas E-88 STKS bersama Pengurus dan Jemaah Masjid Al Hikmah untuk sampai di puncak Gunung Manglayang.
Menilik dari asal usul nama Manglayang, dalam bahasa Sunda, nama Manglayang diambil dari kata Layang yang berarti terbang. Nama ini berasal dari cerita rakyat setempat yaitu cerita kedatangan seekor kuda terbang yang bernama Semprani. Menurut cerita tersebut, kuda yang bernama Semprani ini mencoba terbang dari wilayah Cirebon ke wilayahBanten. Ketika terbang, kuda terbang ini tersungkur jatuh di permukaan dasar lereng gunung ini.
Terdapat suatu batu besar yang dinamakan Batu Kuda di gunung ini, yang dikisahkan oleh kisah kuda terbang Semprani yang tersungkur hingga terlilit dengan semak belukar di gunung ini. Sehingga kuda tersebut tidak bisa membebaskan diri selama-lamanya hingga akhirnya menjadi batu. Letak dari batu ini berada di jalur pendakian yang sekarang diberi nama Jalur Batu Kuda..
Gunung Manglayang pada dasarnya memiliki cukup banyak jalur pendakian, di antaranya melalui Bumi Perkemahan atau Wanawisata Situs Batu Kuda (Kabupaten Bandung), Palintang (Ujungberung Kota Bandung), dan Barubereum yang sebagian wilayahnya masuk Kabupaten Sumedang.
Pendakian Gunung Manglayang melalui jalur Batu Kuda diawali dari Objek Wana Wisata Batu Kuda dengan tiket seharga 10 ribu/orang. Terdapat 3 pos pendakian yang akan dilalui, yakni, Pos 1 (Batu Lawang), Pos 2 (Batu Tumpeng), dan Pos 3 (Batu Keraton).
Trek jalur Batu Kuda memiliki kontur tanah yang lumayan terjal dan berakar. Estimasi waktu menuju puncak Gunung Manglayang berkisar 1,5-2 jam (dapat berbeda-beda sesuai kondisi kebugaran).
Jalur Batu Kuda tidak memiliki sumber mata air selama perjalanan, sehingga diharapkan pendaki membawa perbekalan air yang cukup. Titik pemandangan kota ada di Dermaga Batu Kuda (sebelum pos 1) dan Puncak Bayangan Gunung Manglayang. Jika pendaki ingin menuju Puncak Bayangan dari Jalur Batu Kuda, pendaki harus menuju Puncak Gunung Manglayang terlebih dahulu, lalu ke Puncak Bayangan, begitupun pulangnya.
Sedangkan jalur pendakian Barubereum dapat dicapai melalui daerah Jatinangor Kabupaten Sumedang. Di sana pendaki dapat menuju ke arah Universitas Padjadjaran (Unpad) lalu mengambil arah ke Bumi Perkemahan Kiara Payung, tetapi terus lagi hingga sampai di desa Barubereum.
Saat tiba di Kawasan Barubereum terdapat deretan warung makan dan untuk jalur pendakian sendiri mengikuti jalur berbatu ke arah kiri, sedangkan ke arah kanan yang melewati barisan warung adalah jalur menuju tempat perkemahan. Jalur ini diawali dengan melewati aliran sungai kecil, kemudian dilanjutkan dengan kebun jeruk nipis penduduk.
Dari awal pendakian sampai puncak, jalur ini terbilang terjal dan jarang menemui jalan datar. Kondisi fisik jalur pendakian dimulai dengan tanjakan tanah liat diselingi tanjakan berbatu, keseluruhannya sangat licin dan merupakan jalur air, sehingga sangat tidak direkomendasikan melakukan pendakian pada musim hujan.
Jalur pendakian gunung ini tidak dilengkapi dengan pos/shelter karena jarak dan waktu tempuh yang cukup singkat, 2 jam jalan normal. Untuk lokasi membangun tenda hanya bisa dilakukan di Puncak Bayangan dan Puncak Manglayang. Jalur yang jelas ini akan berpisah di persimpangan, trek vertikal ke kiri adalah arah menuju Puncak Bayangan dan trek landai ke kanan adalah menuju Puncak Manglayang.
Untuk membangun tenda sangat direkomendasikan di Puncak Bayangan, meskipun tempatnya tidak luas hanya berkapasitas 4-5 tenda, tetapi pemandangannya sangat terbuka, serupa seperti berada di Puncak Gunung Cikuray Kabupaten Garut.
Titik air gunung ini hanya ada di sungai kecil saat awal pendakian, selebihnya tidak ditemukan sumber air. Sepanjang jalur hutan tropis tidak begitu lebat menjadi santapan yang cukup melindungi pendaki dari panas matahari.
Turun dari gunung ini juga tidak bisa dibilang mudah, jalur yang kecil dan licin sangat memperlambat mobilitas. Satu hal yang penting dari gunung ini adalah ketika malam hari yang cerah, karena tidak begitu tinggi lampu-lampu kota Bandung terlihat begitu jelas dari Puncak Bayangan.*