
JABAR PASS – PT Pertamina (Persero) membantah tudingan bahwa Pertamax dicampur dengan Pertalite, dan memastikan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh kejaksaan,” ujar Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication Pertamina, saat ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, pada hari Selasa DIKUTIP DARI ANTARA.
Menurut Fadjar, ada pemahaman yang keliru terkait penjelasan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung.
Fadjar menjelaskan bahwa yang dipermasalahkan oleh Kejaksaan Agung adalah pembelian RON 90 dan RON 92, bukan tentang adanya oplosan Pertalite menjadi Pertamax.
RON 90 adalah jenis bahan bakar dengan nilai oktan sebesar 90, dan pada produk Pertamina, RON 90 merujuk pada Pertalite. Sementara itu, RON 92 adalah Pertamax.
Dalam kesempatan tersebut, Fadjar menegaskan bahwa Pertamax yang sampai ke masyarakat telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
Lembaga yang berwenang untuk memeriksa ketepatan spesifikasi produk yang beredar di masyarakat adalah Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing,” tegasnya.
Pernyataan ini sebagai respons atas pemberitaan yang beredar mengenai dugaan Pertalite yang dicampur untuk menjadi Pertamax. Berita tersebut mengacu pada pernyataan Kejaksaan Agung mengenai kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan yang merupakan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, namun yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 atau jenis bahan bakar dengan oktan lebih rendah.
RON 90 tersebut kemudian dicampur di tempat penyimpanan atau depo untuk menghasilkan RON 92, yang sebenarnya tidak diperbolehkan.
Dengan penjelasan tersebut, Fadjar menekankan bahwa yang menjadi masalah adalah pembelian RON 90 yang diklaim sebagai RON 92. Namun, produk yang beredar di masyarakat tetaplah RON 92 atau Pertamax yang sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.