JABAR PASS – Film “Bertaut Rindu” menyuguhkan kisah romansa remaja yang dibalut dengan dinamika pencarian jati diri, di tengah bayang-bayang tuntutan dan ekspektasi orang tua. Disutradarai oleh Rako Prijanto, film ini tak hanya menawarkan kisah cinta manis anak muda, tetapi juga menggambarkan kompleksitas relasi keluarga yang kerap kali luput dari perhatian.
Kisah dimulai saat Jovanka (Adhisty Zara) pindah ke Bandung bersama sang ibu, Yuli (Putri Ayudya), setelah perceraian orang tuanya. Di sekolah barunya, Jovanka yang ceria dan terbuka mulai tertarik pada Magnus (Ari Irham), siswa pendiam dan penuh misteri yang memiliki bakat luar biasa dalam seni lukis.
Ketertarikan Jovanka terhadap Magnus berkembang menjadi upaya untuk lebih dekat dengannya. Namun, di balik sikap dingin dan tertutup Magnus tersembunyi luka lama—tekanan dari orang tua kaya yang ingin mengatur masa depannya, tanpa memberi ruang untuk aspirasinya sendiri. Magnus tumbuh dalam tekanan, merasa terjebak antara kewajiban dan mimpinya yang tak mendapat tempat.
Konflik semakin menguat saat mereka hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Magnus diterima di jurusan seni di ITB, sesuai dengan impian pribadinya. Namun, kebahagiaan itu segera pupus ketika orang tuanya memaksanya untuk kuliah di luar negeri, di bidang yang sama sekali tidak ia minati. Berbeda dengan Jovanka, yang meski datang dari keluarga bercerai, justru terbiasa menyuarakan keinginannya kepada orang tua.
Bagi Jovanka, Magnus adalah pribadi istimewa yang pantas mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan mimpinya. Ia hadir sebagai sosok yang mendukung Magnus melihat kehidupan dari perspektif berbeda—penuh warna, penuh kemungkinan. Hubungan mereka perlahan tumbuh menjadi ruang aman satu sama lain, tempat mereka bisa menjadi diri sendiri tanpa topeng.
Rako Prijanto tak hanya menampilkan kisah cinta remaja, tetapi juga menghadirkan refleksi emosional tentang kerinduan untuk menentukan jalan hidup sendiri. “Bertaut Rindu” menjadi cermin bagi banyak remaja yang hidup dalam bayang-bayang ekspektasi orang tua, di mana mimpi pribadi sering kali dianggap tidak realistis atau tidak penting.
Relasi Magnus dengan orang tuanya menyoroti pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga—sesuatu yang sering hilang dalam relasi orang tua-anak. Ketakutan untuk mengecewakan, kurangnya ruang dialog, dan dominasi keputusan sepihak menjadi sumber luka yang mendalam namun tak terlihat.
Sayangnya, beberapa elemen film terasa kurang tergali secara emosional. Konflik keluarga yang menjadi latar utama seperti perceraian orang tua Jovanka dan tekanan pada Magnus hanya disinggung sekilas, tanpa eksplorasi mendalam yang membuat penonton bisa benar-benar merasakan beban psikologis para karakter. Beberapa adegan juga terasa melompat-lompat, dengan transisi visual yang kurang mulus, seperti pergantian latar dari sekolah ke luar ruang tanpa pengantar dialog yang cukup.
Meski begitu, chemistry antara Adhisty Zara dan Ari Irham menjadi kekuatan utama film ini. Zara tampil menonjol dengan karakter Jovanka yang ekspresif dan penuh semangat, menciptakan kontras menarik dengan karakter Magnus yang sunyi dan menyimpan luka. Ari Irham berhasil menghidupkan karakter Magnus dengan performa yang tenang namun intens, membuat setiap gerak-geriknya menarik untuk diikuti.
Diproduksi oleh SinemArt, “Bertaut Rindu” juga dibintangi oleh Aida Nurmala, Willem Bevers, Irgi Achmad Fahrezi, Nadine Alexandra, Aulia Deas, Betram Beryl, dan Oki Rengga. Film ini menjadi pengingat bahwa mimpi tidak harus selalu bergantung pada restu, tapi juga pada keberanian untuk mempercayai diri sendiri.
“Bertaut Rindu” dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia mulai 31 Juli 2025.
Film ini adalah ajakan untuk merayakan keberanian menentukan jalan hidup sendiri—dan bahwa cinta, dalam bentuknya yang tulus, mampu menyembuhkan luka yang tak terlihat.







