
JABAR PASS – Proses syuting film di luar negeri memang bukan hal yang mudah. Tantangan mencari lokasi, keterbatasan kru, cuaca yang tak terduga, hingga perbedaan budaya harus dihadapi oleh para pembuat film. Namun, tantangan-tantangan tersebut justru memberikan warna tersendiri dalam pembuatan film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Goodbye, Farewell), sebuah drama romantis garapan sutradara Adriyanto Dewo yang syutingnya dilakukan di Korea Selatan.
Diproduksi oleh Adhya Pictures dan Relate Films, film ini mengisahkan tentang Wyn (Putri Marino) yang di-ghosting oleh pacarnya, Dani (Jourdy Pranata), dan memutuskan untuk pergi ke Korea Selatan mencari Dani. Dalam perjalanannya, Wyn bertemu dengan Rey (Jerome Kurnia) yang kemudian membantunya. Namun, pencarian ini justru membawa mereka semakin dekat dan mengalami momen-momen tak terduga.
Sebelum tayang tahun ini, berikut adalah beberapa fakta menarik di balik cerita dan proses syuting film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal di Korea:
- Terinspirasi dari Fenomena Johatsu
Sutradara Adriyanto Dewo terinspirasi dari fenomena sosial di Jepang yang dikenal dengan nama Johatsu, di mana seseorang memilih untuk menghilang tanpa jejak untuk menghindari masalah pribadi, tekanan sosial, hutang, atau memulai hidup baru tanpa diketahui orang lain.
“Para tokoh dalam film ini tidak hanya menghilang secara fisik, tetapi juga meninggalkan seluruh kehidupan mereka. Bisa dibilang apa yang mereka lakukan adalah sebuah upaya untuk melanjutkan hidup meski caranya tidak ideal, dan ini yang membuat cerita ini menarik untuk diangkat,” jelas Adriyanto Dewo.
- Syuting Tidak Hanya di Seoul
Untuk melanjutkan hidup, para tokoh dalam film ini diceritakan datang ke Korea dan bekerja sebagai TKI. Sayangnya, karena status mereka sebagai pekerja ilegal, mereka harus siap untuk berpindah-pindah kota, bahkan negara. Oleh karena itu, syuting film ini dilakukan di tiga kota di Korea, yaitu Seoul, Dangjin, dan Seosan. Kontras dengan Seoul yang penuh gedung-gedung modern, Dangjin dan Seosan, yang berjarak sekitar 90 km dari Seoul, adalah kota industri dan pelabuhan yang lebih sederhana. Penonton akan dibawa melihat sisi lain Korea Selatan yang jauh lebih hening dan sederhana, yang terasa pas sebagai tempat pelarian para tokoh dalam film ini.
- Membangun Chemistry Melalui Tarian Tango
Meski keempat aktor dan aktris di film ini—Putri Marino, Jerome Kurnia, Jourdy Pranata, dan Lutesha—sudah beberapa kali terlibat proyek bersama, sutradara dan produser mengarahkan para aktor untuk membangun chemistry mereka kembali melalui tarian tango. Tarian khas Latin ini dikenal dengan intensitas dan sensualitasnya, serta mengandalkan interaksi kedua penari untuk saling memimpin gerakan. Proses ini membantu para aktor untuk lebih mendalami karakter mereka dan mengekspresikan emosi kompleks yang ada dalam cerita.
- Les Privat Bahasa Korea untuk Para Cast
Lutesha, yang memerankan Vanya dalam film ini, adalah pemeran yang paling sering menggunakan bahasa Korea. Tim bahkan memanggil seorang guru bahasa Korea untuk mengajarkan para cast, dan Lutesha ternyata menjadi yang paling cepat dan fasih dalam menguasai bahasa tersebut dibandingkan dengan empat cast lainnya. Kemampuannya dalam beradaptasi dengan bahasa Korea memperkaya perannya sebagai Vanya, membuat interaksinya dengan karakter lain dalam cerita terasa lebih natural dan mendalam.